Cari Blog Ini

Selasa, 17 Januari 2012

Manajemen Mengeluh



"Jangan banyak mengeluh, nikmati dan jalani saja yang sudah Allah kasih. Kita hanya bisa berusaha dan memperbaiki diri" nasehat suamiku ketika aku seringkali mengeluhkan tentang keadaanku yang tak kunjung pulih dari flek yang menghantuiku di masa kehamilan ini. Ditambah berbagai  masalah yang datang silih berganti.

Tapi siapa orang yang tidak pernah mengeluh di saat mendapat masalah? Mungkin kadar penerimaan seseorang saja yang membedakannya ketika dia mendapat ujian dan cobaan dari Allah. Semua orang pasti mempunyai masalah, orang yang tidak mempunyai masalahlah orang yang bermasalah. Hidup selalu dibenturkan pada dua pilihan, baik dan buruk, kanan dan kiri, tergantung dari kita dalam menyikapinya.

Bercermin dari diri sendiri, aku mencoba memahami bahwa semakin aku mengeluhkan keadaanku maka akan semakin susah dan sulit aku bisa keluar dari masalahku. Dan aku juga sadar bahwa mengeluh adalah indikasi dari tidak bersyukur akan nikmat Allah. Aku jadi ingat yang dikatakan murrabiku ketika halaqo tadi pagi, jangan sampai kita dibutakan oleh banyak nikmat yang telah Allah beri.

Ketika seseorang hanyut dalam keluhan, panca inderanya pun tak mampu lagi memainkan perannya untuk melihat, mendengar, mencium dan merasakan nikmat yang bertebaran diberikan oleh Allah Swt. tak henti-hentinya. Hatinya serta merta buta dari mengingat dan bersyukur atas nikmat Allah yang tiada terbatas. Itulah sifat manusia yang selalu mempunyai keinginan yang tidak terbatas dan tidak pernah puas atas pemberian Allah kecuali hamba-hamba yang bersyukur dan itu hanya sedikit.

Betapa Allah SWT telah banyak mengingatkan aku bahwa aku cuma diuji dengan sedikit ujian tapi sudah luar biasa protes dan kadangkala berburuk sangka terhadap Allah. Aku selalu menguatkan pada diri sendiri, bahwa bukan Allah tidak atau belum menjawab doaku tapi aku yakin Allah lebih tahu apa yang aku butuhkan, apa yang terbaik menurutku belum tentu baik menurut Allah. Dan aku jadi malu pada Allah mengingat yang dikatakan murrabiku tadi. Aku belum bisa menjadi ibu dan istri yang baik, aku juga belum bisa menjadi teman, saudara dan tetangga yang baik. Dan ibadahku? Aku masih jauh dari yang diharapkan Allah terhadap hambanya. Hatiku kadang masih penuh dengan prasangka buruk terhadap Allah dan makhluknya, ibadahku masih naik-turun, jadi dengan pertimbangan apa Allah akan mengabulkan doa-doaku? Benar kata suamiku, jangan banyak mengeluh, berusaha dan perbaiki diri dulu. Segala masalah apa pun yang kita hadapi, kalau kita selalu menyertakan sabar dan ilkhlas, InsyaAllah akan lebih bijak kita dalam menyikapinya.

Disaat sedang galau dan banyak masalah seringkali tanpa sadar kita mengeluh pada teman, saudara bahkan tetangga. Bukan hal salah kalau kita berbicara pada mereka, tapi alangkah baiknya kita cukup mengeluhkan keadaan kita pada Allah. Allah adalah sumber segalanya yang mampu menjawab persoalaan dan memberikan solusi yang kita butuhkan. Tapi dalam kondisi- kondisi tertentu boleh saja kita mengeluh (sharing) pada seseorang yang kita yakin dia amanah dan mampu memberikan solusi atas masalah yang tengah kita hadapi. Karena jangan sampai kita salah mengeluh pada seseorang yang tidak amanah dan akhirnya menjadi bahan gunjingan dan ghibah diantara kita.

Mengeluh kesannya negatif, tapi benarkah mengeluh bisa menimbulkan kesan positif? Terus seperti apakah mengeluh yang positif? Mengeluh ketika iri melihat teman yang hafalan surah- surah Al Qurannya bagus dan itu kita termotivasi untuk mengikuti jejaknya. Mengeluh dan iri melihat teman yang bisa bersikap sabar menghadapi anak- anaknya dan kita termotivasi untuk bisa seperti dia.

Jadi, mengeluh pun ada manajemennya Cukuplah mengeluh yang posiitf dalam genggaman kita dan itu menjadikan kita untuk berlomba- lomba memuhasabah diri dan memperbaiki diri.

Minggu, 15 Januari 2012

Dandelion



Siapa sangka bunga yang kelihatannya rapuh dan tidak menarik ini bisa sangat menginspirasiku. Dandelion sering diabaikan keberadaannya tapi mampu bertahan dalam setiap cobaan.  Walaupun bunga ini warnanya tidak semenarik bunga mawar, wanginya tak sewangi melati tapi dengan tangkainya yang kecil mampu memberikan arti bagi kehidupan...

Seiring waktu berjalan, bunga dandelion terus menumbuhkan bunga kecil di tubuhnya. kemudian bunga-bunga kecil tersebut akan terbang tinggi dan jauh. Mereka akan tumbuh di tempat baru yang mereka singgahi. Dengan semua kepasrahannya untuk melepaskan bunga-bunga kecil terbang ke udara untuk kembali memberikan kehidupan yang baru. Kemudian ketika mengering, dandelion akan kembali tumbuh menjadi bunga yang lebih besar lagi, setahap demi setahap.

Dandelion adalah bunga liar yang kuat. Bahkan saat tumbuhan lainnya mati, dandelion tetap hidup. Sosok dandelion kuat meskipun tampak rapuh. Dandelion memiliki misi yang luas dalam memberikan kehidupan baru di luar sana. Mampu terbang tinggi menjelajah luas menentang angin  sampai akhirnya mendarat di tempat baru, kemudian tumbuh menjadi jiwa yang baru. Dandelion terus terbang tinggi, yang maknanya berusaha mengejar cita-cita dan menggapainya.
 Kemarin aku baru merampungkan membaca novel yang luar biasa bagus karya dari T. Andar. Dan di situ aku mengutip tulisannya. "Dandelion adalah bunga liar yang kuat. Bahkan, saat tumbuhan lainnya mati, dandelion tetap hidup. Menahun. Dandelion bisa hidup dimana saja asalkan ada sinar matahari. Di sela-sela batu, di dekat rel kereta api, atau pun di retakan-retakan trotoar pun ia bisa hidup. Dan, aku pun ingin seperti itu. Hidup seperti Dandelion".

Intinya, aku ingin bisa terus bertahan menjadi diriku seutuhnya. Aku akan selalu bersyukur atas segala yang Allah berikan, aku akan selalu merasa kurang seandainya aku selalu meributkan kekuranganku. Dan aku punya pilihan untuk hidup bahagia karena aku yakin Allah ingin aku bahagia. Kebahagiaan adalah makna dan tujuan hidup. Saat untuk bahagia adalah saat ini. Tempat untuk bahagia adalah di sini. Cara untuk  bahagia adalah  membuat orang lain bahagia. Why have to wait longer to make other people happy? ^__^

Kamis, 05 Januari 2012

Dapurku Surgaku





"Bingung, mau masak apa ya hari ini?" tanya seorang ibu rumah tangga pada tetangganya yang kebetulan dia temui ketika sedang berbelanja bareng di tukang sayur keliling komplek perumahan. Celetukan seperti ini tidak asing terdengar di antara ibu- ibu yang biasa bertemu di tukang sayur langganan mereka. Dan mereka yang sudah piawai masak akan dengan mudah menjawab pertanyaan seperti ini. Tapi bagaimana dengan ibu rumah tangga yang tidak pandai dalam masak- memasak?

Memasak sekilas aktivitas yang mudah dan dapat dilakoni oleh semua orang. Bahkan sekarang ini dunia memasak atau lebih dikenal dunia kuliner banyak melahirkan koki- koki handal dari kaum pria. Jadi memasak bukan monopoli kaum perempuan lagi. Tapi seorang ahli kuliner pun akan memerlukan penilaian dari orang lain untuk mencicipi masakannya. Maka tidak heran apabila karya seni memasak mendapat tempat tertinggi di antara karya seni lain.

Tapi untuk urusan dapur dan memasak dalam sebuah rumah tangga tetap menjadi tanggung jawab seorang istri. Meski bukan kewajiban dan keharusan seorang istri untuk memasak sendiri makanan yang akan dihidangkan untuk keluarganya. Karena sekarang ini banyak sekali jasa katering dan warung makan yang menawarkan berbagai menu pilihan menarik bagi ibu rumah tangga.Tapi alangkah beruntungnya apabila seorang istri bisa memenuhi perannya dengan memasak untuk keluarganya.Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya. Jadi, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)

Semua istri bisa memasak, itu pendapat saya. Saya belajar banyak di awal pernikahan saya tentang memasak. Ada cerita lucu sekaligus memalukan yang pernah saya alami waktu memasak. Di awal menjalani peran sebagai seorang istri, saya masih bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan BUMN. Tapi saya berusaha sebisa mungkin di tengah kesibukan kerja, saya selalu menyempatkan diri untuk memasak makan malam untuk suami. Suatu hari sepulang dari bekerja saya belanja ke pasar dan berencana untuk memasak ayam goreng dan ati ampela. Setelah membeli satu ekor ayam potong beserta ati ampelanya pulanglah saya menuju rumah. Dan mulailah saya dengan rasa kepercayaan diri yang tinggi "mengungkep" ayam dan ati ampela yang sudah saya bersihkan dengan memasukkan bumbu "kira-kira" dan "suka-suka saya". Hehehehe. Kemudia setelah bumbu meresap, ayam dan ati ampelanya saya goreng. Suami yang kebetulan juga sudah ada di rumah sudah tidak sabar menunggu masakan saya matang. Astagfirllah, kami tertawa terpingkal- pingkal ketika menicipi hasil masakannya. Ternyata saya tidak tahu sama sekali bahwa ketika membersihkan ampela ayam harus di buka dan dibelah dulu untuk mengeluarkan kotoran ayamnya. Saya tidak melakukannya sama sekali. MasyaAllah, alhasil makan malam kami pindah ke warung padang langganan. Karena hasil masakanku sudah berpindah ke hutan belakang rumah kami yang kebetulan banyak kucing liarnya. Bisa dipastikan para penghuni hutan berpesta ayam goreng buatan saya.

Dan pengalaman itu menjadi cambuk bagi saya untuk tidak meremehkan urusan memasak. Saya mulai belajar memasak sedikit demi sedikit. Dan karena saya menyukai kegiatan ini maka saya tidak merasa keberatan atau pun bosan. Apalagi ternyata saya menemukan kesenangan, dapat menyalurkan hobi dan dari hobi itulah bisa mendatangkan tambahan income untuk keluarga.Dan yang lebih penting lagi dengan keahlian masak yang kita miliki InsyaAllah akan membuat suami betah di rumah dan bisa menjadi bumbu perekat cinta suami kepada istrinya. Bahkan memasak untuk suami bisa menjadi ladang amal istri apabila diniatkan ibadah karena Allah. Karena salah satu ciri istri shalihah adalah memenuhi semua hal yang disukai suami selama tidak dalam hal maksiat.

Untuk memasak sendiri di rumah memang sedikit merepotkan. Karena ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan dari mulai berbelanja bahan sampai urusan masak selesai. Tapi InsyaAllah semua kerepotan dan jerih payah kita akan terasa nikmat ketika suami, anak- anak dan anggota keluarga yang lain dengan lahap menyantap hidangan yang sudah kita masak. Jadi, kenapa harus ditunda untuk belajar masak sendiri?